December 19, 2024

Upaya Petani CLG (Community Learning Group) Hadapi Anomali Cuaca

Terjadinya fenomena anomali cuaca di beberapa daerah di Indonesia termasuk di jawa timur sangat berdampak terhadap produktivitas berbagai produk pertanian yang ada, anomali cuaca ini terjadi berupa turunya hujan meskipun sudah memasuki musim kemarau. System pertanian di Indonesia yang masih mengutamakan system pertanian terbuka sangat rentan terhadap kondisi anomali cuaca ini, dampaknya banyak tanaman pertanian yang mengalami kerusakan dan puso, takterkecuali tanaman tembakau. Menurut BMKG fenomena Anomali cuaca ini masih akan terjadi hingga bulan Agustus 2013 tahun ini. Lalu bagaimanakah para petani tembakau kader CLG menyiasati anomali cuaca tersebut?

Menurut Sunarseh 40 Tahun, Peatani tembakau kader CLG asal Desa Kaliwungu Kec. Tempeh Lumajang dalam menghadapi anomali cuaca ini Sunarseh telah melakukan pengawasan ketat terhadap perkembangan tanaman tembakaunya, begitu dia menemukan tanaman tembakau yang mati, maka secepatnya dia nyulami atau mengganti tanaman yang mati tersebut dengan tanaman yang baru. “Memang terjadi peningkatan jumlah tanaman yang mati atau harus diganti, kalau tidak segera diganti dengan tanaman yang baru bisa-bisa nanti terkena penyakit dan menular ke tanaman yang lain”. Jelas Sunarseh.

Lain lagi dengan yang dilakukan oleh Alek 37 tahun petani tembakau dari desa Jatisari Kec. Tempeh Lumajang, untuk menyiasati anomali cuaca Alek sengaja memilih varietas yang lebih tahan terhadap hujan dan pilihanyapun jatuh kepada tembakau Kasturi meskipun dia juga menanam tembakau jenis Barley, namun kuantitasnya tidak sebanyak Kasturi. “Saya sengaja menanam jenis Kasturi karena Kasturi lebih tahan terhadap hujan, jumlah Kasturi yang saya tanam sampai 75% dari total tanaman tembakau yang saya punya, sedangkan 25%nya saya tanami jenis Barley”. Ungkap Alek yang juga merupakan ketua CLG Semeru di Desa Jatisari Tempeh Lumajang.

Menyiasati anomali cuaca yang ada Narto 41 tahun petani tembakau asal desa Ponjanan Timur Pamekasan melakukan pengurangan kuantitas jumlah tanaman yang dia tanam.  Narto menambahkan “Untuk tahun ini saya hanya menanam 50% dari jumlah tembakau yang saya tanam pada tahun kemarin, karena hujan yang masih sering turun saya khawatir akan merusak tanaman yang ada, baru kalau dua bulan berikutnya musimnya membaik saya akan melakukan penanaman kembali”.

Sementara itu menurut Naning Suprawati Staf Lapangan STAPA Center yang melakukan pendampingan petani tembakau untuk Program CLG di Desa Plosorejo Kec. Kademangan Kab. Blitar, kondisi anomali cuaca yang ada sangat berdampak terhadap perkembangan pertanian tembakau yang ada di Desa Plosorejo. Memasuki bulan Juli ini ada sebagian petani tembakau yang memanen tanaman tembakaunya, namun pemanenan tembakau tersebut dilaksanakan karena terpaksa. Mereka takut jika tidak dipanen maka tanamanya akan rusak. Mereka terpaksa menelan pil pahit bahwa tembakau yang mereka tanam secara prematur tersebut harganya akan sangat jauh dari yang diharapkan. Sebagian petani tembakau Desa Plosorejo memilih untuk menunda penanaman.

“Desa Plosorejo untuk musim kemarin merupakan penghasil tembakau dengan kualitas sangat baik. Meskipun harga tembakau secara umum tahun kemarin jelek namun tidak demikian halnya dengan harga tembakau Desa Plosorejo, beberapa petani sampai bisa membeli motor baru dan berani mengambil kreditan mobil karena tembakau mereka mendapatkan harga yang baik, kalau sekarang dengan dampak anomali cuaca ini bisa balik biaya produksi saja saya kira sudah untung” ujar Naning.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Categories